Sunday, July 19, 2015

KEMBALI AKU MENGABDI

KEMBALI AKU MENGABDI
Oleh: Najmudin Aljuhri


Antara diterima dan tidak dengan kalimat terbata-bata, aku sampaikan niat baik dan tulusku untuk kembali mengabdi. Dengan senang hati, Alhamdulillah ucap Pak Kyai.
Pun aku senang bahwa ternyata hati Pak Kyai tidak sejauh yang aku bayangkan. Apakah kebencian dan kemarahan akan selamanya ternyata tidak. Itu dimaknai sebagai “ memberikan pelajaran dan warning dari sang Bapak kepada anaknya. Kemarahan dan kebencian adalah obat dan rasa kasih sayang yang tidak akan pernah terlupakan.
Seperti biasa aku mulai beraktivitas. Pengajaran dan Pendidikan aku tanamkan kepada anak-anak. Se-pengetahuan dan se-pengalaman serta kemampuan – selama 5 tahun lamanya aku berikan kepada anak-anak walaupun belum secara utuh. Lima tahun lamanya materi yang telah disampaikan oleh Asatidz nyaris lupa. Setelah kupahami, sebuah keheranan membayangiku. Dengan sendirinya, dengan singkat dipelajari, terpahami. Yang dulu ketika menjadi siswa bisa dikata belum faham sama sekali tapi di saat hendak mengajar materi sedikit banyak terkuasai.
Namun di tengah perjalanan pengabdian – lagi lagi peristiwa mengecewakan kembali terulang. Yang saat itu bermaksud mengejar sunah Rasul – kandas ditelan sejarah. Hanya karena Hawa, aku terima selembar surat dari Pak Kyai untuk tidak mengabdi. Ya..bagaimanapun aku tetap salah. Cukup kesedihan ini disave dalam file hati. Rasanya tidak mesti aku ceritakan rasa sedih kepada siapapun. Namun yang aku sedihkan kenapa cita-citaku ingin memperbaiki sejarah, tidak pernah terjawab. Mengecewakan, mengecewakan dan mengecewakan seakan tidak pernah terhenti. Pak Kyai, maafkan anakmu ini…! Dari sekian jumlah anak anakmu yang ada – mungkin aku adalah anak yang paling bandel, nakal dan pembangkang. Tapi sebenarnya tidak ada niatan sedikitpun untuk melakukan itu. Terus apa? Entah aku tidak tahu.
Kembali aku pergi ke sebuah kota seakan tanpa dapat ridho dari sang guru. Diridhoi ataupun tidak, harus gimana lagi. Karena ini sudah terjadi. Penyesalan tidak harus disesalkan sekalipun menyesal. Aku tidak ingin berlarut dalam penyesalan. Tapi merasa berdosa itu sudah pasti.
Madani Home Care, tempat rehabilitasi adalah tempat aku bersinggah pasca peristiwa itu. Jakarta bukan kejam tapi kenapa aku tidak bisa membunuh kejamnya Jakarta. Kebutuhan sehari-hari di kota Jakarta tidak cukup dari hasil pekerjaanku sebagai counseling. Justru yang ada hanyalah sisa sisa yang harus dibayar. Hanya bertahan tiga bulan aku harus pergi ke tempat yang berbeda sekalipun belum ada pilihan tempat yang dituju.
Telepon berdering dan aku angkat. Naj, ditunggu di Cipanas, di pondok Alfarhan, ucap Kanda Unro.  Meluncur ke ujung utara yang sebelumnya tidak pernah aku injakan kaki di sana. Bersilaturrahmi menjadi awal pencarian penenangan bathin kembali.


Cipanas, 19 Juli 2015

0 komentar:

Post a Comment