Tuesday, May 3, 2016

Polisi dan Santri



Di dunia pesantren memang tidak akan luput dari yang namanya kajian-kajian agama. Bagaiamana mengajarkan tentang kehidupan dunia dan bekal (investasi) untuk kehidupan kelak. Ajaran dan pemahaman untuk menguatkan sebuah keyakinan, keimanan dan ketaqwaan merupakan konsumsi sehari hari. Maka wajar ketika petuah dan wejangan atau taushiyah dari gurunya (Kyai) menjadi pegangan para santrinya.

Alkisah, pada suatu hari ketika seorang kyai mengajarkan pemahaman agama kepada santrinya Beliau menyempatkan bertaushiyah kepada santrinya. Inti taushiyah itu kira-kira begini kalimatnya, “anak-anakku kalian hidup itu jangan khawatir, jangan pernah untuk berputus asa, jika kalian punya cita-cita atau masalah apapun – “ Bacalah Sholawat...Insya Allah akan mengabulkan cita – cita kalian dan menyelesaikan masalah kalian” karena ketika kita bersholawat maka Rasulullah bermunajat kepada Allah, memohon kepada Allah – agar Allah mengabulkan apa yang dipinta oleh umatnya.

Para santri tentu mendengar dan mengamalkan petuah itu. Suatu waktu dua orang santri disuruh oleh Kyainya untuk belanja ke pasar. Belanjanya tidak mungkin jauh dari : Cabe, tomat, bawang merah, bawang putih atau sayur-sayuran orang menyebutnya sekarang. Dengan nada semangat dan bahagia rasanya disuruh oleh Pak Kyai – siap kami berangkat, kata santri.

Motor si Kukut yang dipake oleh kedua santri tersebut. Mereka hidupkan motor dan berangkatlah ke pasar dengan membawa catatan belanja. Di tengah perjalanan – ke pasar masih jauh, kembali ke rumah juga sama, habislah bensin motor tersebut. Maklum lah motornya jugaq motor zadul...tanda ukuran bensin tidak ada alias mati. Bensinnya sebelum berangkat juga tidak diperiksa.

Obrolan dua santri terjadi. Ahmad: Ned bagaimana kalau uang untuk belanja saja kita beliin ke bensin? Jangan Mad...itu kan uangnya pak Kyai untuk belanja sayuran bukan untuk bensin, jawab Juned, nada menolak. Emang kenapa Ned...? Tanya Ahmad.  Kita kan tidak diperintah untuk beli bensin.., Ungkap Juned. Iya betul sahut Ahmad, tapi kan kita saat ini sedang mudarat, mana kita ga bawa uang lagi. Pokoknya saya tidak sepakat. Terus gimana dong tanya Ahmad kepada Juned.
Ingat pepatah gurunya, kalau ada masalah maka bacalah Shalawat. Maka mereka dengan nada sedang, mengumandangkan shalawat, sekali-kali mereka naikkan nadanya sambil mengelus-ngelus motornya. “Shalatullah, salaamullah, ‘ala toha Rosulillah, Sholatullah salaamullah ‘alaa yasin habibillah....”terus diulang-ulang.

Datanglah seorang polisi dan mendengar mereka bersholawat. Polisi berkata: mengapa kalian bersholawat sambil mengelus-ngelus motor...? Motor kami kehabisan bensin, pak, jawab dua santri. Apa hubungannya habis bensin dengan sholawat? Tanya polisi. Jadi gini pak, kata guru kami kalau ada masalah dan ingin selesai maka bersholawatlah, maka kami bersholawat. Guru kalian itu mengajarkan yang salah. Motor habis bensin itu bukan oleh sholawat tapi harus diisi oleh bensin dan bensin itu harus dibeli, kata polisi. Tolong sampaikan omongan saya kepada guru kalian.Sekarang gini...ini uang, dan dorong itu motor ke pom bensin dan isi! perintah polisi. Maka mereka berdua mendorong  motor ke pom sambil membawa uang dari polisi. Sesampainya di pom dan motor hidup kembali, mereka berkata: Alhamdulillah akhirnya kita bisa berangkat belanja. Terima kasih pak Polisi.....!