AWAL
MENGABDI DI PONDOK
Oleh:
Najmudin Aljuhri
Nyaris
setiap hari aku bawa catatan demi catatan lalu ku baca. Malam hari aku baca
untuk besok mengajar dan siang hari agar tidak lupa memberikan ayat demi ayat
kepada anak-anak.
Baru sadar bahwa ternyata belajar yang sesungguhnya adalah ketika kita menjadi pengajar. Karena kata-kata apa yang lebih bermakna kita berikan kalau kita tidak faham dan mengerti yang akan disampaikan. Dan meng-enak-an pula kalau segala sesuatunya sudah dipersiapkan. Hampir tiga bulan aku terus bergulat dengan buku dan anak-anak.
Baru sadar bahwa ternyata belajar yang sesungguhnya adalah ketika kita menjadi pengajar. Karena kata-kata apa yang lebih bermakna kita berikan kalau kita tidak faham dan mengerti yang akan disampaikan. Dan meng-enak-an pula kalau segala sesuatunya sudah dipersiapkan. Hampir tiga bulan aku terus bergulat dengan buku dan anak-anak.
Tergiur
dengan sebuah impian. Cita-cita ingin menjadi orang sukses tanpa biaya yang tidak
begitu mahal atau bisa dikata gratis. Datang sebuah penawaran untuk ikut daftar
ke sebuah lembaga menimba ilmu. Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam Arab (LIPIA)
waktu itu.
Tanpa pamit aku
berangkat. Proses aku jalani. Tidak sampai pada tes lisan – pun tes tulis aku
tidak lulus. Jujur ku katakan saat ini atau dengan kepolosan, sebenarnya tujuan
aku mendaftar ke lembaga tersebut selain karena factor gratis aku hanya ingin
membuktikan kepada beliau bahwa alumni dari Daar el Kutub mampu menembus ke
lembaga tersebut sehingga dengan sendirinya senantiasa Beliau bangga.
Tapi
ternyata cerita berbeda. Setiba kembali ke pondok, langsung menghadap ke
pimpinan pondok dan “ Ust Najmudin saat ini dipersilahkan untuk mengabdi di
masyarakat saja” Ucap Pak Kyai. Bahasa multitafsir itu akhirnya aku tinggalkan
pondok kendati seakan aku pengemis – merengek-rengek agar tidak keluar dari
sana. Pun jadi tukang sapu bagiku tidak masalah saat itu demi menebus
kesalahanku. Tapi dengan teguh sebuah prinsip seorang pimpinan akhirnya aku
tetap keluar dari pondok karena ulahku.
Seumpama
yang pernah ku ucapkan bahwa hidup itu harus maju. Aku pergi ke Tangerang untuk
mengamalkan ilmu dengan sebisa mungkin. Dan Alhamdulillah akhirnya aku abdikan
diri dengan mendidik anak-anak tingkat dasar di Tangerang selama setahun.
Cipanas, 19 Juli 2015
0 komentar:
Post a Comment