Monday, August 3, 2015

MENGHITUNG KEKUATAN POLITIK DI BANTEN

MENGHITUNG KEKUATAN POLITIK DI BANTEN 
Oleh : Najmudin, SS. 


 Gendang politik sudah ditabuh. Secara Fenomenal pro-kontra terhadap penguasa saat ini nampak begitu jelasarah pergerakan politik tapi secara nomenal nampak sulit untuk dibaca.
Fenomenal artinya, sepintas dari opini dan argumentasi seolah olah membentuk dukungan kepada sosok tertentu. Dan secara nomenal, ada maksud yang tidak diketahui kecuali hanya dirinya sendiri, hanya wacana sebagai daya tawar posisi saja, misalnya. Juga, dikatakanpro, terbaca dengan argumentasi-argumentasi yang cukup logis dan rasionalistik dalam menggiring opini pencitraan bahwa sosok pemimpin Banten yang berkuasa saat ini, masih tetap yang terbaik. Tiada hari tanpa publikasi. Informasi program dan kedinasan tanpa henti. Ini seakan menyampaikan pesan kepada publik bahwa kami akan, sedang, sudah dan terus bekerja sebagai bentuk tanggungjawab amanah jabatan dari rakyat, dengan penuh keikhlasan. Yang Kontra, tentu membangun opini yang berbeda. Wacana sosok pemimpin perempuan dengan masuknya dalil agama-bahwa perempuan tidak boleh menjadi pimpinan publik (Gubernur). Kritikan atas APBD Banten yang khawatir dimanfaatkan oleh Incumbent. Tanpa terasa makna pembangunan ke semua lapisan masyarakat karena hanya dinikmati oleh sekelompok orang tertentu saja. Ketidakpuasan karena dianggap gagalnya pembangunan Banten dan masih banyak wacana-wacana lain. Nada-nada nihilisasi ini selain kontra, juga menciptakan opinidan seakan menyampaikan pesan bahwa sebenarnya pemimpin saat ini tidak sebegitu baik. Dialektika ini (pro - kontra) dikira wajar atau mungkin mesti dalam perang politik. Opini dan argumentasi itu muncul bukan terletak pada masalah opini dan argumentasi itu sendiri tetapi dari mana dan siapa ini muncul. Latar belakang kepentingan akan berpengaruh pada statementnya. Alhasil, dialektika yang disuguhkan kepada publik,secara tidak langsung ingin dan mengajak kepada rakyat untuk menentukan pilihan “si ini”, “si itu” atau siapa? Mencoba menghitung dan tanpa tendensi apapun penulis menganalisa secara teoritis akan kekuatan dan kelemahan pelaku-pelaku politik di Banten dalam pementasan Pilgub nanti. Kendati sederhana senantiasa menjadi bahan inspirasi strategi politik karena memang politik bukan ilmu eksakta yang segala sesuatunya mengedepankan dan membutuhkan kepastian. Sehingga hasil analisa ini seakan harus pasti, tapi sekedar prediksi, pasti hasilnyapun belum tentu pasti . Strenght And Weakness Analitic Atut sebagai incumbent, bagaimanapun belum siap melepaskan libido politiknya. Dengan slogan “lanjutkan pembangunan Banten” adalah bentuk kesiapan untuk konser kembali. Terlebih akan hadirnya bakal-bakal lain tidak membuatnya surut dan justru memperkuat jurus-jurus sedemikian hebat. Diakui ataupun tidak, sosok Atut masih mempunyai kekuatan yang strategis. Strategisnya adalah, pertama: Struktural.Struktur jabatan sedikit banyak akan mempengaruhi birokrasi.Karena birokrasi ada kaitan dengan kebijakan politik. Dengan politik, birokrasi akan lancar dan dengan politik pula birokrasi kadang sulit untuk ditembus. Maka dalam hal ini, mendekati pada pesta demokrasi bukan hal yang tidak mungkin bahwa karena politik, struktur jabatan akan memainkan peran hebat terhadap birokrasi pada berbagai level. Dari tingkat propinsi sampai pada tingkat desa. Kedua,finansial. Dari finance capital, incumbent dapat dikata bukan suatu hambatan, selain dari penyokong - APBD yang begitu naik signifikan membuat sebuah kekhawatiran terutama dari kelompok kontra. Ketiga, Jaringan relawan. Relawan Banten Bersatu (RBB) salah satu kekuatan mesin politik yang tentu tidak boleh dianggap tanpa arti. Terbukti Andika Hazrumy bersama RBB, salahsatunya, mampu dan sukses menjadi DPDRI.Keempat,Investasi politik. Untuk membangun kekuatan politik di setiap daerah maka sudah barang tentu melakukan upaya dan langkah-langkah strategisnya. Airin salahsatunya, merupakan contoh nyata Insvestasi politik. Menancapkan kuku-kuku kekuasaan, meminjam bahasa Mohammad Sofiyan, dalam Gagasannya (Baraya Post, Rabu 2 Maret 2011) Namun bisakah ini semua menjadi kekuatan-kekuatan politik? Tentu, dikira belum, karena muncul pertanyaan sudah sejauh manakahpengaruh struktur jabatan, birokrasi, investasi politik dan pendukung-pendukung lainnya bisa dirasakan oleh rakyat secara langsung dalam kemaslahatannya selama Atut memimpin. Emansipasi politik perempuan di Banten, yang ditulis oleh Muhsinin, dalam gagasannya, misalnya (Baraya Pos,Rabu 16 Februari 2011) perlu diapresiasi. Betulkah sudah dirasakan oleh semua lapisan masyarakat Banten sampai ke akar bawah? Dan sudah tahukah bahwa bantuan dan program pedesaan adalah sebagai hasil kebajikan dan kebijakan Pemimpin Banten saat ini? Sekalipun “iya” bisa jadi, informasi yang tidak publikatif sementara mayoritas masyarakat miskin akan informasi, alih-alih menikmati enaknya makna pembangunan akan berpengaruh terhadap trust. Muhsinin dengan mencontohkan kasuistik, ini mencerminkan kesadaran akan masih adanya kelemahan pemimpin saat ini. Karena bisa jadi masih banyak – terutama pedesaan belum tersentuh oleh pemerintah. Tapi yang pasti terasa ataupun tidak, arti pembangunan, masyarakatlah sebagai The final Decider. Kemudian asumsi dualisme kepemimpinan, siapa sebenarnya pemimpin Banten? Ini juga, merupakan kelemahan selanjutnya. Lalu bagaimana dengan akan hadirnya nama-nama lain yang akan manggung di politik? Wacana menjalin kasih politik antara Wahidin Halim dan Jayabaya (WAJA) menarik untuk diamati atau setidaknya dibicarakan. Dua tokoh pemimpin ini sedikit berbeda karakter dalam kepemimpinan tapi mempunyai One Oriented dan dianggap mampu membangun pembangunan yang lebih baik lagi ketika melihat Kota dan Kabupatennya dipimpin saat ini sebagai referensi. Adalah tentu mempunyai kekuatan yang luar biasa pula ketika dilihat bahwa struktur, birokrasi, finansial, dan jaringan- jaringan tidak akan berbeda jauh dengan incumbent. Hanya saja mungkin, di struktur dan birokrasi tidak seluas incumbent. Jazuli yang akan diusung PKS, justru tampilan berbeda. Dari segi popularitas tidak sepopuler Atut, WH, dan JB karena mungkin lebih banyak di Senayan sehingga bersentuhan di masyarakat pun agak sedikit jadi kendala. Tapi yang menjadi kelebihan dan sekaligus kekuatan adalah bagaimana partai dakwah ini kadang mampu menciptakan tokoh, kader-kader yang militan dan solid, maka dimungkinkan bisa menghantarkan kadernya untuk menjadi yang terbaik memimpin Banten. Terbukti dari pemilu ke pemilu baik skala Nasional maupunlokal tetap menunjukan prestasi yang relatif bagus. Pun terjadi kehilangan suara, tidak begitu signifikan. Andai Ada Dua Kubu Politik Tanpa malu dan memberanikan diri walau ada sedikit rasa takut bahwa sudah dan bukan menjadi rahasia lagi sesungguhnya konstalasi politik sampai saat ini masih didominasi oleh Politik Incumbent.Muncul Slogan Perubahan Akan Banten, maka seakan jelas ingin merebut kekuasaan penguasa. PDIP, Demokrat, PKS, dan GERINDRA misalnya,merupakan partai-partai kontra akan incumbent. Akankah di sini dibangun kekuatan politik bersama? Tapi PKS seakan tidak mau menjalin mesra bersama Atut kecuali diposisi calon nomor wahid, tentu Atut pun tidak akan mau sebagai pendamping (Calon nomor Dua). Kalau kemudian komunikasi politik dengan WH tidak terjalin juga, karena WH sudah meminang Jayabaya maka bisa jadi akan muncul tiga pasangan Calon.Bahkan lebih jika nama nama baru muncul karena cerai berainya di partai-partai atau calon independen di kemudian hari yang arah politiknya berjalan sendiri. Karena perceraian politik, maka akhirnya mesin-mesin politikpun akan berpisah. Sekaligus Slogan Perubahan dilakukan dengan caranya masing-masing, matikah? Penulis mengandaikan-Andai saja yang dibangun adalah orientasi politik dan idiologi bersama di luar Incumbent– sehingga pasti hanya ada dua kubu kekuatan politik, antara pro dan kontra akan incumbent. Maka bukan saja slogan perubahan semakin menyatu serta bertambah kuat tapi akan semakin nampak jelas pula sejauh mana kekuatan politik antara keduanya. Atau muncul banyak pasangan calon maka berarti Banten kaya akan kekuatan-kekuatan politik dan berpotensi lahirnya imperium-imperium baru. Penutup Altuser dalam teorinya mengatakan bahwa masyarakat dipersatukan bersama oleh faktor idiologi atau mufakat bukan oleh ekonomi. Atau nada mirip tapi tidak sama dan maksud tidak jauh berbeda, Aristoteles menyebutnya bahwa negara dibangun karena kepentingan subyektif dan kepentingan obyektif, arti lain negara terbentuk atas dasar kepentingan individu dan umum. Maka siapapun yang terpilih adalah merupakan kemenangan yang berangkat dari masing-masing individu rakyat seutuhnya. Kekuasaan bukan untuk menciptakan kaum serakah, bukan pula membangun yang kaya semakin kaya, dan menindas yang miskin semakin miskin. Bahwa Banten ketika meminta Talaq dari Jawa Barat dan akhirnya direstui, bukan karena kemandirian semata yang dicita citakan tapi kue pembangunan semua sektor ingin dirasakan oleh semua masyarakat tanpa terkecuali. Amien...


Penulis: Najmudin, SS.
Mantan Ketum HMB Jakarta,
Ketua PK KNPI Cipanas
dan Tenaga Pengajar Pon Pes Terpadu DELTA.
Tinggal di Blok Cigadung Indah Kp.Sawah, Taleus, RT 02/01 Ds Luhurjaya, Cipanas, Lebak, Banten.

0 komentar:

Post a Comment