Monday, August 3, 2015

NABI ADAM DAN JANJI-JANJI UTHOPIS

NABI ADAM DAN JANJI-JANJI UTHOPIS
Oleh: Najmudin, SS.

Dialog antara Iblis dan Sang Pencipta ketika proses akan diciptakannya manusia, yaitu Adam sebagai manusia pertama,suatu bentuk kesombongan dan keangkuhan bagi Iblis dan sebagai Maha Tahu bagi Sang Pencipta.
Sifat kesombongan dan keangkuhan dilihat dari ketidakmauan untuk bersujud (penghormatan) kepada Adam karena merasa dirinya yang terbaikjika dibandingkan dengan manusia yang hanya karena diciptakan dari tanah, sementara Iblis diciptakan dari api. Sebagai Maha Tahu Sang Pencipta, adalah Adam telah diajarkan benda-benda semuanya dan bisa menyebutnya, sementaramalaikat tidak mengetahui kecuali setelah Allah perintahkan Adam untuk memberitahukannya kepada para Malaikat yang kemudian bersujud di hadapan Adam. Artinya ternyata bahwa para Malaikat tidak mengetahui rahasia-rahasiaNya mengapa manusia harus diciptakan. Yang pada akhirnya karena tho’ah, para Malaikat tetap menjadi penghuni surga maka Iblis terusir karena kesombongan dan keangkuhannya.
Kendati demikian dialog belum terhenti dan baru terhenti setelah makhluk yang namanya Iblis memohonkepada Sang Penciptauntuk diberikan izin menggoda manusia. “Kontrak” alias perjanjian disepakati. Bahwa sampai kapanpun ia (Iblis) akan dan pasti datang dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri manusia, pun Adam yang menjadi salahsatu korban rayuan Iblis. Yang kemudian Adam dan Hawa terusir dari surga. Tidak lagi merasakan nikmat dan indahnya di surga. Tapi dengan kemurahanNya kendati harus bertahun-tahun akhirnya tobat Nabi Adam diterima dan bukan berarti kembali ke surga. Ya Tuhan Kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Al-a’araf: 23). Maka kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Albaqarah:37).
Rayuan Maut Politik
Kronologis di atas merupakan sebagai analogi yang menggambarkan bahwa pesta demokrasi yang akan digelar di bulan oktober nanti tidak akan lepas dari hebatnya berbagai bentuk rayuan dan ajakan. Menjual program atas nama rakyat yang kemudian dengan tujuan bisa dibeli rakyat. Pembicaraan dari supremasi hukum, kesejahteraan rakyat, keadilan, kenyamanan dan keamanan, peningkatan ekonomi, kemuliaan, kejayaan, kemandirian, meningkatkan harkat dan martabat sebuah negeri dalam hal ini Banten selalu disuguhkan. Bahkan lebih gila lagi kontrak politik dibangun karena indahnya tawaran jabatan. Memang sungguh gila dan pasti terjadi. Perjanjian demi perjanjian sudah barang tentu. Tenang...jika Ibu menang, atau Bapak menang maka jangan khawatir apa yang kalian inginkan pasti terpenuhi. Pilihan tinggal menjawab “Ya” atau “Tidak”. Jika marketing ini dianggap saling menguntungkan maka konsensus politik akan terbangun dan lanjutan episode perjuangan politik akan terus terjalin sampai pada sejauh mana itu bisa dipertahankan. Tidak bertahan akan dianggap jelas sebagai lawan yang berseberangan sekaligus sebagai musuh politik.
Belum lagi kedatangan para pengusaha menawarkan atau ditawarkan yang cukup dengan kata “Investasi” antara jangka pendek dan jangka panjang. Artinya sementara ini bagaimana bisa mensukseskan untuk menggenggam kekuasaan yang kemudian di kemudian hari bisa disukseskan dengan menerima berapa proyek yang kita rencanakan lima tahun ke depan. Tentu wajar bukan? Karena kita hidup hampir lebih banyak menggantungkan pada yang namanya APBD. Apalagi penguasa dan pengusaha kadang tidak bisa dipisahkan, saling kebergantungan. 
Sementara kita, sebagai rakyat biasa yang tidak tahu menahu mungkin akan lebih memilih pada kepala mengangguk. Mengikuti dan mengamini dari kata mereka terucap. Bagaimana tidak mengamini dan mengangguk – karena rayuan dan ajakan sungguh memikat dan meyakinkan. Tersenyum, menyapa dan lambaian tangan dibuat seindah mungkin. Tebar pesona ini bukan saja kepada para kaum sajadah tapi juga kepada para kaum haram jadah karena ternyata dalam hal seperti ini suara sama sekali tidak saling melebihi. Ya...memang harus seperti ini jika ingin dikata dan diberi sebagai sosok yang bergelar santun, ramah dan merakyat. Baru ini calon pemimpin yang tidak memilah sebelum memilih. Yang padahal mungkin agak dipaksakan.
Lagi-lagi rayuan bermata dua; menyinggung dan mengajak sedang dan sudah dilakukan oleh para calon Gubernur saat ini. Bersama lanjutkan pembangunan Banten – memberikan makna bahwa pembangunan di Banten banyak sudah dilakukan. Benahi Banten, Menuju Perubahan Banten atau apapun bahasanya yang senada, seakan menafikan yang sudah ada. Dan kesemuanya merupakan janji-janji yang pasti akan dinanti, tentu dengan bukti. Akankah rayuan dan ajakan yang diikat dan bingkai oleh janji akan terwujud?
Kepada golongan tertentu (para inohong) bisa jadi akan menjadi bukti tapi angger wae atuhka jalma leutikmah, malahan mungkin akan semakin terpuruk. Wahai para calon penguasa Banten,lihat kepada alam nan jauh di sana alias pedesaan, jalan-jalan masih sukar untuk dilewati beroda dua dan empat karena merahnya tanah tanpa aspal. Fasilitas kesehatan dan pendidikan mesti ditempuh dengan waktu berjam-jam dan membutuhkan uang yang sangat tidak terjangkau. Nyanyian diujung sebuah desa nampaknya hanya sekedar nyanyian. Belum lagi persoalan perut. Rakyat biasa, sudah tidak asing ketika pergi pagi pulang malam demi sesuap nasi untuk anak dan istri. Para petani desa, waktu panen belum tiba tapi cadangan sudah tidak ada. Inilah potret yang memprihatinkan. Dan masih banyak lagi persoalan-persoalan yang belum terselesaikan. Maka tiba musim kampanye di pemilu dengan menjanjikan segalanya sampai yang kepentingan sesaat, masyarakat seakan diberi seonggoh harapan baru yang pada akhirnya ternyata harus menelan pil pahit. 
Pun Iblis dikabulkan
Sungguh sulit di negara yang menyuarakan arti demokrasi. Suara mayoritas bisa memenangkan dalam segalanya sekalipun mungkin jelek di dalamnya. Sementara Minoritas tidak akan mempunyai ruang gerak sedikitpun sekalipun mungkin baik di dalamnya. Tapi inilah sistem yang sedang berjalan – maka tidak ada pilihan siapapun yang ingin berkuasa kita sepakat akan mengatakan mesti meraih terbanyak suara. Namun sayang ketika demokrasi sudah dimenangkan, lalu apa yang kita pinta dari makna demokrasi itu? Rakyat biasa hanya dijadikan umpan dan kail demokrasi sementara ikan dilalap habis oleh mereka yang memenangkan demokrasi. Sungguh miris bukan?.
Jahatnya Iblis adalah karena sudah terbangun komitmen sampai pada konsistensinya sehingga dibiarkan oleh Sang Pencipta untuk berkeliaran di muka bumi mencari mangsa. Bukan berarti kita bebas meminta kepada siapa yang kita pinta untuk melakukan sesuatu, dalam arti kejahatan. Mengapa tidak, rakyat meminta dengan membuat sebuah perjanjian hukum yang jelas disodorkan kepada calon. Rakyat yang telah mendukung atau seluruhnya mesti mempunyai senjata yang kuat. Sanggupkah calon terpilih jika dianggap tidak mampu membangun amanah, turun dari jabatan? Mesti berapa juta tanda tangan rakyat, sehingga calon terpilihharus turun dari Gubernur. Atau cukup dengan 420 ribu tanda tangan rakyat sebagaimana syarat yang diberlakukan kepada calon Independen. Karena partai, juga sulit nampaknya,di sana ada faktor kepentingan yang berbicara.
Pun diserahkan kepada institusi yang mewakili rakyat yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tidak semudah yang kita bayangkan. Bahasa mitra antara legislatif dan eksekutif justru memperlemah kontroling dan punishment legislatif terhadap eksekutif. Yang pada akhirnya rakyat biasa pula yang semakin lemah karena tidak punya kekuasaan apapun.
Janji Uthopis
Sejarah Nabi Adam dengan Penjahat yang namanya Iblis sangat cukup untuk dijadikan pelajaran bagi kita saat ini. Begitu hebatnya Iblis mampu menaklukan Nabi karena rayuannya, pula lihai berdialog sehingga mampu membangun komitmen dengan Sang Pencipta sekalipun harus tersesat selamanya. Inilah resiko hasil dari sebuah komitmen dan konsistensi. Maka mestinya kita mampu membangun komitmen dengan para calon penguasa sebagaimana Iblis juga mampu, dengan makna komitmen untuk kemajuan Banten, tidak seperti Iblis melakukan semaunya. Jika ini bisa dilakukan maka berarti kita mampu memetik sebuah pelajaran history dan pesan moral dari Nabi Adam bahwa kita adalah rakyat biasa yang senantiasa tidak terayu oleh janji-janji para calon hanya kepentingan sesaat. Dengan tujuan kemiskinan, penderitaan dan pengangguran mesti segera lenyap dari Banten. Logika sebaliknya, terayu karena kepentingan sesaat maka kita mesti menunggu lama pembangunan untuk merata sebagaimana Adam cukup lama diterima tobatnya oleh Sang Pencipta. Kita terayu dan calon penguasa tidak menepati janji maka inilah janji-janji Uthopis sebagaimana Iblis lakukan tapi bukan berarti para calonadalah Iblis karena hebatnya merayu. Bukan pula melemahkan Nabi Adam karena tergoda yang tentu kadang kita juga tergoda tapi kesemuanya ini adalah pesan moral untuk kita dalam menghadapi Pilgub 2011. Komitmen tanpa konsistensi sama halnya kita sedang berdialog tanpa arti, tapi konsistensi bukan karena komitmen maka berarti kita sedang bekerja tanpa banyak bicara. Allahu A’lam ********
Najmudin, SS., Kepala SMP DELTA Cipanas
Dan Ketua PK KNPI Cipanas.

0 komentar:

Post a Comment